Data Jumlah Orang Miskin RI versi BPS Diragukan, Kenapa?

5 hours ago 5

Tangguh Yudha , Jurnalis-Minggu, 27 Juli 2025 |16:18 WIB

Data Jumlah Orang Miskin RI versi BPS Diragukan, Kenapa?

Data Jumlah Orang Miskin RI versi BPS Diragukan, Kenapa? (Foto: Okezone)

JAKARTA - Data Badan Pusat Statistik (BPS) soal angka kemiskinan Indonesia dinilai kurang valid. Angka kemiskinan selama menggunakan metode garis kemiskinan yang lama tidak akan menjawab realita di lapangan.

BPS telah merilis data bahwa jumlah penduduk miskin per Maret 2025 mencapai 8,47% dari total populasi Indonesia, atau sekitar 23,8 juta jiwa, turun 0,1 persen poin dibandingkan September 2024. Namun, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira meyakini bahwa penduduk miskin yang aktual di lapangan, jauh lebih banyak dari angka kemiskinan pemerintah.

Bhima menyampaikan, selama ini terdapat kesenjangan yang mencolok antara data kemiskinan resmi milik pemerintah Indonesia dan data yang dirilis lembaga internasional. Berdasarkan laporan terbaru World Bank, sekitar 68,2% penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan internasional, atau setara dengan 194,4 juta jiwa.

Bhima menilai angka ini sangat berbeda dengan data resmi BPS yang mencatat hanya 8,57% atau 24,06 juta orang yang dikategorikan miskin. Meski metodologi keduanya berbeda, disparitas sebesar 8 kali lipat ini menunjukkan ada masalah dalam cara mendefinisikan kemiskinan.

Terlebih, BPS juga disebut Bhima sudah hampir lima dekade menggunakan pendekatan pengukuran kemiskinan dengan berbasiskan pengeluaran serta item-item yang tidak banyak berubah dan tidak lagi sesuai dengan realitas ekonomi.

“Angka kemiskinan selama menggunakan metode garis kemiskinan yang lama tidak akan menjawab realita di lapangan. Jadi BPS kalau masih keluarkan angka kemiskinan tanpa revisi garis kemiskinan sama saja data nya kurang valid.” katanya sebagaimana dikutip dari pernyataan resminya, Jakarta, Minggu (27/7/2025).

Bhima mengungkapkan masalah fundamental data kemiskinan berdampak pada pengambilan kebijakan pemerintah. Sebagai contoh klaim pemerintah terkait keberhasilan perlindungan sosial, program pertanian, MBG, dan hilirisasi tidak sepenuhnya tercermin dari data BPS.

Dia menambahkan bahwa akibat data BPS tidak bisa jadi acuan program bantuan sosial karena masalah keakuratan data membuat pemerintah mengeluarkan anggaran lebih besar untuk identifikasi penerima manfaat.

"Seharusnya data BPS bisa dipakai untuk program pengentasan kemiskinan, tapi pemerintah harus mencari data sendiri by name by address untuk memetakan orang miskin menurut kriteria yang beda dengan BPS” ungkap Bhima.

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|