Kemenag Klarifikasi soal Nota Diplomatik dari Duta Besar Arab Saudi: Seluruh Dinamika Sudah Beres

5 hours ago 3

 Seluruh Dinamika Sudah Beres

Dirjen PHU Hilman Latief (tengah) menjelaskan soal nota diplomatik dari Dubes Arab Saudi di Jakarta. (Foto: MCH 2025)

MADINAH – Nota diplomatik dari Duta Besar Arab Saudi di Jakarta soal evaluasi penyelenggaraan haji 2025 beredar luas di media. Menanggapi hal itu, Direktur Jenderal (Dirjen) Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Hilman Latief memastikan dinamika yang disampaikan dalam nota diplomatik itu telah disampaikan kepada Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi.

Hilman Latief mengatakan, Nota diplomatik ini keluar pada Senin, 16 Juni 2025. Sejatinya Nota Diplomatik ini hanya diberikan kepada tiga pihak, yakni Menteri Agama, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah serta Direktur Timur Tengah Kementerian Luar Negeri.

 MCH 2025) Hilman Latief saat memberikan keterangan pers soal nota diplomatik dari Dubes Arab Saudi di Jakarta. (Foto: MCH 2025)

“Ada beberapa isu yang menjadi catatan dan tantangan saat masa operasional. Alhamdulillah sebagian besar sudah bisa kita atasi di lapangan dan kita sampaikan penjelasannya kepada otoritas setempat. Surat tersebut berbicara tentang apa yang kita lakukan sejak dua sampai empat minggu lalu, yang tetap dimasukkan sebagai catatan perbaikan penyelenggara haji,” kata Hilman Latief di Madinah, Jumat 20 Juni 2025.

“Kami ucapkan terima kasih kepada Kerajaan Arab Saudi, khususnya Kementerian Haji dan Umrah yang bahu-membahu bersama kami, misi Haji Indonesia, untuk menyelesaikan berbagai masalah yang muncul di lapangan,” lanjut Dirjen Haji berusia 49 tahun ini.

1. Ada 5 Pokok Dinamika Haji yang Dibahas

Dalam Nota Diplomatik yang dirilis, ada lima pokok dinamika haji yang dibahas. Menurut Hilman Latief, seluruh dinamika itu sudah diselesaikan atau telah beres.

Poin pertama yang dibahas adalah masalah validasi data jamaah yang dinilai tidak sesuai prosedur. Ambil contoh dalam manifest penerbangan, ditemukan beberapa nama jamaah yang tidak sesuai antara manifest dengan jamaah yang terbang.

“Alhamdulillah bisa kita tangani pada awal Mei di mana dalam satu pesawat ternyata ada beberapa jamaah yang berbeda Syarikah,” kata Hilman.

Hilman mengatakan, masalah ini muncul karena kondisi di lapangan, atau bermula dari embarkasi. Saat pemvisaan, ada beberapa calon jamaah yang batal berangkat karena berbagai alasan seperti sakit atau meninggal dunia. Pembatalan ini terjadi tiba-tiba sehingga digantikan nama lain.

“Ini sempat ramai, lalu kami jelaskan. Kami tentu tidak bisa juga membiarkan pesawat itu kosong karena ada orang yang sakit atau meninggal. Ketika teman-teman di lapangan masih memungkinkan untuk bisa mengganti, maka mereka akan menggantikan dengan penumpang berikutnya,” tegas Hilman.

“Akan hal ini, rekonsiliasi data setiap hari dan setiap malam dilakukan tim Penyelenggara Haji dan Umrah atau misi haji Indonesia melalui Kantor Urusan Haji (KUH), dengan Kementerian Haji dan Syarikah. Kita bahu-membahu setiap hari untuk melakukan konsolidasi. Itu sudah selesai dan alhamdulillah lancar sebagaimana saat ini jamaah juga sudah bisa kembali ke Tanah Air,” sambung Hilman.

Poin kedua adalah pergerakan jamaah haji Indonesia dari Madinah ke Makkah. Saat di Madinah, jamaah yang berasal dari satu kelompok terbang (kloter) yang sama ditempatkan di hotel sama. Namun, saat bergerak ke Makkah konfigurasinya harus berbasis Syarikah. Di saat bersamaan ada kondisi konfigurasi sebagian kelompok kecil jamaah berbeda-beda Syarikah. Alhasil, mereka ini untuk sementara tinggal dulu di Madinah.

“Ditjen PHU atau Misi Haji Indonesia menyediakan transportasi sendiri. Ada yang memakai mobil lebih kecil atau mini-bus atau mobil yang lain. Inilah yang disebut dalam surat tersebut sebagai memberangkatkan tidak sesuai dengan prosedur,” jelas Hilman.

“Kita sudah komunikasikan itu ke Kementerian Haji. Kita sudah sampaikan ke Syarikahnya. Jadi itu sudah disepakati. Tidak mungkin kita membawa orang dari Madinah ke Makkah tanpa ada kesepakatan dari lembaga terkait, Kemenhaj maupun Syarikah,” lanjut Bendahara Umum PP Muhammadiyah ini.

Ketiga adalah penempatan jamaah di hotel-hotel Makkah. Menurut Hilman, mayoritas jamaah tinggal di hotel berdasarkan syarikah masing-masing. Maksud dari pemilihan ini demi kenyamanan jamaah saat pergerakan ke Arafah, Muzdalifah dan Mina.

Namun, ada jamaah yang ngotot tetap tinggal bersama kloter besarnya meski berbeda syarikah. Banyak dari jamaah berpindah hotel tanpa melapor ke Kepala Sektor atau Ketua Kloter masing-masing.

“Ini yang disebut sebagai penempatan yang tidak sesuai. Tapi, kami sampaikan dan itu menjadi bahan diskusi kami setiap hari dengan Kementerian haji dan Syarikah penyedia layanan. Termasuk penggabungan suami istri, lansia dan pendampingnya. Jadi kalau mayoritas jamaahnya menempatkan hotelnya dengan benar sesuai dengan syarikahnya,” tegas Hilman.

“Tugas dan fungsi kita sebagai penyelenggara haji adalah menyelesaikan masalah-masalah yang muncul di lapangan. Alhamdulillah dengan koordinasi dan dukungan pemerintah Saudi yang solid dan baik, semua bisa teratasi, termasuk pada saat puncak haji,” ucap Hilman.

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|